Facebook

Senin, 14 Februari 2011

Tentang Lowo Rescue

SUARA dengungan nyaring terdengar saat memasuki stasiun pemantauan kondisi Merapi di Tuk Pitu, Pakem, Yogyakarta. Bagi orang awam, suara ini mungkin akan dianggap angin lalu. Namun tidak demikian bagi sekumpulan orang yang berada di dalam pos. Bunyi dengungan itu memiliki arti penting. Sebab menandakan kode frekuensi seismograf yang ditangkap oleh peralatan handie talkie (HT) milik mereka.


Di bagian lain ruangan tersebut, tampak beberapa anggota mengolah data di komputer. Anggota lainnya, berkomunikasi bersahutan melalui HT frekuensi 149.660 MHz untuk menginformasikan perkembangan kondisi cuaca di lokasi masing-masing.

Itulah sekilas gambaran kesibukan Lowo Rescue, satu-satunya kelompok sukarelawan swadaya masyarakat Yogyakarta yang bergulat dalam aktivitas pemantauan bencana alam.

''Lowo bukanlah suatu organisasi. Kami hanya gabungan dari orang-orang yang mencoba peka dan peduli terhadap antisipasi serta penanganan bencana,'' ujar Daniel Supriyanta atau yang kerap dipanggil Bento, koordinator lapangan, kemarin.

Tidaklah belebihan jika dikatakan rasa ikhlas adalah fondasi utama pembentukan Lowo yang sekarang beranggotakan 55 orang. Kelompok ini memang independen, tidak ada campur tangan pemerintah dalam semua kegiatan mereka, baik operasional maupun nonoperasional.

Bento mengisahkan Lowo berdiri akhir November 2005. ''Awalnya kami bertemu saat melakukan visualisasi informasi erupsi Merapi ke masyarakat di Kaliadem,'' tutur pria lulusan Geologi UPN Veteran ini.

Tukar Informasi

Sejak itulah, para perintis yang berjumlah 20 orang dan berasal dari beragam latar belakang ilmu ini kerap bertemu untuk tukar informasi. Seiring perjalanan waktu, pemantauan yang dilakukan tidak hanya bencana gunung berapi saja. Namun juga bencana lain seperti puting beliung atau air pasang. Wilayah jangkauan informasinya pun mencapai Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Selain pemantauan bencana, Lowo juga berupaya memberdayakan masyarakat. Induk pemantauan yang mereka kelola berada di Balerante, sebuah desa terpencil yang berada di lereng Merapi. Agustinus Wahyu, seorang anggota mengatakan, letak desa yang terpelosok membuat masyarakatnya menjadi tertutup terhadap dunia luar.

''Kami mencoba melakukan pendekatan persuasif. Syukurlah lambat laun mereka bisa menerima bahkan bisa diajak bekerja sama,'' ujar pria yang akrab dipanggil Gembus ini.

Dari, oleh, dan untuk masyarakat. Itulah prinsip yang dipegang Lowo. Masyarakat tidak hanya sebagai informan pemantau lapangan. Berbagai pengalaman edukatif dari para anggota juga ditularkan pada mereka, seperti cara pembacaan frekuensi dan pengolahan data komputer.

Kemandirian merupakan kunci utama Lowo. Mereka tidak mengharapkan uluran tangan pemerintah. Informasi yang diberikan melalui udara bisa diakses dengan bebas oleh siapa pun, termasuk aparat pemerintahan yang berkaitan dengan penanggulangan bencana.

''Niat kami ingin membantu masyarakat. Kami bisa merasakan bagaimana jika ada di posisi mereka. Sebab mayoritas anggota kami pernah jadi korban bencana alam,'' ujar Bento. (Amelia Hapsari-72)

7 komentar:

HOBBY ELEKTRONIKA mengatakan...

Oke,......Salam Sukses Selalu,......tuk semua,
update terus,....info terbaru
tambahkan juga link-link ke web yang lainnya,...

MERAPI LOWO RESCUE mengatakan...

sip om!! kami tunggu masukan masukan selanjutya...

gembuzt berhati nyaman mengatakan...

kawan kawan tetap semangat yah...rappatkan barisan dan tetap selalu waspada...
masih banyak tugas kita..
BRAVO OLAHRAGA!!!!
HIDUP NURDIN HALID hahaha.....

HOBBY ELEKTRONIKA mengatakan...

Sekarang udah tambah meriah,...... lanjutkan !!!!!

nurrulmoze mengatakan...

Mohon dikirimkan ke email saya input dan tone untuk frek. 149.660.
nasrulmusa@gmail.com

Unknown mengatakan...

Bagaimana carany mendeteksi gempa lewat radio/ht/ealkie talkie gan, saya masyarakat terdampak bencana gunung api sinabung.
Mohon arahan dan bantuanny. Saya ad ht dirumah gam.

Yuventius S mengatakan...

Utk Freq LOWO RESCUE di fREQ bERAPA ( iNPIU / OUTPUTNYA ???)

Posting Komentar